SALINAN
|
BUPATI LOMBOK TIMUR
PERATURAN
DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR 4
TAHUN 2014
TENTANG
IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LOMBOK
TIMUR,
Menimbang
|
:
|
a. bahwa
aktivitas membangun bangunan merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan
ruang, oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus berdasarkan izin mendirikan
bangunan dengan memperhatikan fungsi bangunan, persyaratan bangunan,
penyelenggaraan bangunan, hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan;
b. bahwa
dalam rangka memberikan pengaturan terhadap bangunan agar tercapai
penyelenggaraan bangunan yang sesuai dengan tata ruang, tertib dan dapat
menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, baik bagi pengguna
maupun masyarakat sekitar bangunan serta agar tercapai keserasian dan
keselarasan dengan lingkungan, perlu adanya ketentuan yang mengatur Izin
Mendirikan Bangunan;
c. bahwa
agar pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan dapat terselenggara dengan
tertib dan terwujud sesuai dengan fungsinya serta sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah, maka setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif,
persyaratan teknis bangunan dan melibatkan peran serta masyarakat;
d. bahwa dengan
telah berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010
tentang Retribusi Golongan Perizinan Tertentu, dan dengan tidak berlakunya Peraturan
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan, yang di dalamnya mengatur teknis pemberian izin
mendirikan bangunan, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap teknis
pemberian izin mendirikan bangunan;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan;
|
Mengingat
|
:
|
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam
Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3.
Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
8.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
11. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
12. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5252);
13. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
14. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
15. Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
17. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
18. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4826);
19. Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang
Pembangunan Bangunan Gedung Negara;
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan
Bangunan Gedung;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian
Izin Mendirikan Bangunan;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Lombok Timur Nomor 6);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 1);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4
Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Lombok Timur
(Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2009 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 10);
25. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Golongan
Perizinan Tertentu (Lembaran Daerah
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6);
26. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2
Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor
2).
|
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
dan
BUPATI LOMBOK
TIMUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.
|
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini,
yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Kabupaten Lombok Timur.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat
Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Bupati adalah Bupati Lombok Timur.
4.
Camat adalah Camat di Kabupaten Lombok Timur.
5.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok
Timur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menangani tata bangunan.
6.
Instansi Perizinan adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan
pelayanan perizinan di Daerah.
7.
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten
Lombok Timur yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc
yang
dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Lombok Timur dan
mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan
ruang di Daerah.
8.
Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung.
9.
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus.
10.
Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
11.
Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai
dasar penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi,
tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan,
dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
12.
Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya
disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon
untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka
melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan
teknis yang berlaku.
13.
Pemohon adalah orang pribadi atau badan yang
mengajukan permohonan IMB.
14.
Pemilik bangunan adalah orang pribadi atau
badan yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
15.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
16.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang
selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
ke dalam rencana pemanfaatan kawasan yang memuat zonasi atau blok alokasi
pemanfaatan ruang (block plan).
17.
Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang
selanjutnya disingkat RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat
rencana tapak atau tata letak dan tata bangunan beserta prasarana dan sarana
lingkungan serta utilitas umum.
18.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang
selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
19.
Garis Sempadan adalah garis batas luar
pengamanan yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan tepi sungai, tepi saluran,
kaki tanggul, tepi waduk, tepi mata air, tepi pantai, as jalan, tepi luar
kepala jembatan, tepi pagar, tepi bangunan dan sejajar tepi daerah milik jalan
rel kereta api yang merupakan batas tanah yang boleh dan tidak boleh didirikan bangunan/
dilaksanakannya kegiatan.
20.
Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi
tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh
Pemerintah Daerah pada lokasi tertentu.
21.
Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas
IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung.
22.
Pencabutan adalah tindakan akhir yang
dilakukan setelah pembekuan IMB.
23.
Pemutihan atau yang disebut dengan sebutan
lain adalah pemberian IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun di kawasan
yang belum memiliki RDTRK, RTBL dan/atau RTRK.
24.
Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarananya.
25.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang
selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas jasa pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan.
26.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan
Penyidik, dalam hal dan menurut cara tertentu untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
27.
Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
28.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
selanjutnya disingkat PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
ASAS,
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan IMB
dilaksanakan berdasarkan pada asas:
a. keterbukaan;
b. akuntabilitas;
c. kemanfaatan; dan
d. partisipasi.
Pasal 3
Maksud ditetapkannya
Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Daerah
dalam memberikan pelayanan IMB.
Pasal 4
Tujuan ditetapkannya
Peraturan Daerah ini adalah:
a.
mengarahkan pemanfaatan dan intensitas
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
b.
mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai
peruntukannya;
c.
mewujudkan bangunan yang sesuai dengan tata
bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
d.
mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan
yang menjamin keandalan teknis bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan;
e.
melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap pendirian bangunan yang digunakan serta perlindungan terhadap kepentingan
masyarakat di sekelilingnya; dan
f.
mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan dan kepemilikan bangunan.
BAB III
RUANG
LINGKUP
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan
dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a.
prinsip dan manfaat pemberian IMB;
b.
pemberian
IMB;
c.
pelaksanaan pembangunan;
d.
penertiban IMB;
e.
sanksi administratif;
f.
pembongkaran;
g.
pengawasan dan pengendalian;
h.
sosialisasi;
i.
peran serta masyarakat;
j.
pelaporan;
k.
ketentuan penyidikan; dan
l.
ketentuan pidana.
BAB IV
PRINSIP
DAN MANFAAT PEMBERIAN IMB
Pasal 6
Pemberian IMB diselenggarakan
berdasarkan prinsip:
a.
prosedur yang sederhana, mudah, dan
aplikatif;
b.
pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat
waktu;
c.
keterbukaan informasi bagi masyarakat dan
dunia usaha; dan
d.
aspek rencana tata ruang, kepastian status
hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan serta kenyamanan.
Pasal 7
(1)
Manfaat pemberian IMB bagi Pemerintah Daerah
adalah:
a.
sebagai sarana pengawasan, pengendalian dan
penertiban bangunan;
b.
untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan
bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan;
c.
untuk mewujudkan bangunan yang fungsional
sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
d.
sebagai syarat penerbitan sertifikasi laik
fungsi bangunan.
(2)
Manfaat IMB bagi Pemilik IMB adalah:
a.
sebagai syarat pengajuan sertifikat laik
jaminan fungsi bangunan; dan
b.
sebagai syarat memperoleh pelayanan utilitas
umum seperti pemasangan/penambahan jaringan listrik, air minum, hydrant,
telepon, dan gas.
BAB V
PEMBERIAN IMB
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 8
(1)
Setiap orang atau badan yang membangun baru,
merehabilitasi/ merenovasi dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan,
wajib memiliki IMB dari Bupati.
(2)
IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
berlaku bagi bangunan dengan fungsi khusus.
(3)
IMB untuk bangunan dengan fungsi khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Pusat.
Bagian
Kedua
Kelembagaan
Pasal 9
(1)
IMB diberikan oleh Bupati.
(2)
Pemberian IMB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilaksanakan oleh Instansi Perizinan.
(3)
Bupati dapat melimpahkan sebagian kewenangan
penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Camat.
(4)
Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diberikan bedasarkan pertimbangan:
a.
efisiensi dan efektivitas;
b.
mendekatkan pelayanan pemberian IMB kepada
masyarakat; dan
c.
fungsi bangunan, klasifikasi bangunan,
batasan luas tanah dan/atau luas bangunan yang mampu diselenggarakan kecamatan.
(5)
Dalam melaksanakan pelimpahan kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Camat wajib menyampaikan laporan kepada
Bupati dengan tembusan kepada SKPD dan Instansi Perizinan.
Bagian
Ketiga
Tata
Cara dan Persyaratan Permohonan IMB
Pasal 10
(1)
Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada
Bupati melalui Instansi Perizinan atau Camat.
(2)
Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa:
a.
permohonan IMB untuk bangunan gedung; atau
b.
permohonan IMB untuk bangunan bukan gedung.
(3)
IMB untuk bangunan gedung atau IMB untuk
bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin untuk pembangunan
baru, merehabilitasi/ merenovasi
atau melestarikan/ memugar bangunan.
Pasal 11
Bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a berfungsi, antara lain:
a.
fungsi hunian, yaitu bangunan dengan fungsi
utama sebagai tempat tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah
tinggal deret, rumah tinggal susun dan rumah tinggal sementara;
b.
fungsi keagamaan, yaitu bangunan dengan
fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara dan
bangunan kelenteng;
c.
fungsi usaha, yaitu bangunan dengan fungsi
utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha yang meliputi bangunan perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan tempat penyimpanan serta kandang;
d.
fungsi sosial dan budaya, yaitu bangunan
dengan fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi
bangunan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium
dan bangunan pelayanan umum;
e.
fungsi khusus, yaitu bangunan dengan fungsi
utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi
tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat
sekitar dan/ atau mempunyai resiko bahaya tinggi, meliputi bangunan untuk
reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang
ditetapkan menteri;
f.
fungsi ganda, yaitu bangunan yang mempunyai
lebih dari satu fungsi utama.
Pasal 12
Bangunan bukan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, antara lain:
a.
pelataran untuk parkir, lapangan tenis,
lapangan basket, lapangan golf;
b.
pondasi, pondasi tangki;
c.
pagar tembok/besi dan tanggul/turap;
d.
septic tank/bak penampungan bekas air kotor;
e.
sumur resapan;
f.
teras tidak beratap atau tempat pencucian;
g.
dinding penahan tanah;
h.
jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan
perumahan;
i.
penanaman tangki, landasan tangki, bangunan
pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/ telepon;
j.
kolam renang, kolam ikan air; dan
k.
gapura, patung, bangunan reklame, monumen.
Pasal 13
(1)
Pemohon mengajukan permohonan IMB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:
a.
dokumen administrasi; dan
b.
dokumen rencana teknis.
(2)
Persyaratan dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.
tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah
atau perjanjian pemanfaatan tanah;
b.
data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan
topografi);
c.
data pemilik bangunan;
d.
surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam
status sengketa;
e.
surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan
bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan; dan
f.
izin lingkungan bagi yang terkena kewajiban;
(3)
Persyaratan dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.
gambar rencana/arsitektur bangunan;
b.
gambar sistem struktur;
c.
gambar sistem utilitas;
d.
perhitungan struktur dan/atau bentang
struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (Dua) lantai
atau lebih;
e.
perhitungan utilitas bagi bangunan gedung
bukan hunian rumah tinggal;
f.
data penyedia jasa perencanaan; dan
g.
Rencana Anggaran Biaya.
(4)
Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disesuaikan dengan klasifikasi bangunan.
(5)
Persyaratan permohonan IMB untuk bangunan
yang mempunyai fungsi keagamaan disamping harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) juga harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 14
(1)
Instansi Perizinan atau Camat memeriksa
kelengkapan dokumen administrasi dan dokumen rencana teknis.
(2)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan penilaian/evaluasi untuk dijadikan bahan persetujuan pemberian IMB.
(3)
Kepala Instansi Perizinan atau Camat
menetapkan Retribusi berdasarkan bahan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4)
Penilaian/evaluasi dokumen dan penetapan
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), harus selesai dalam
waktu paling lama 7 (Tujuh) hari kerja sejak dokumen yang telah benar dan
lengkap diterima oleh Instansi Perizinan atau Camat.
(5)
Penilaian/evaluasi dokumen dan penetapan
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk bangunan yang
pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas
tertentu yang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan, harus
selesai dalam waktu paling lama 14 (Empat belas) hari kerja sejak dokumen yang
telah benar dan lengkap diterima oleh Instansi Perizinan atau Camat.
Pasal 15
(1)
Pemohon membayar Retribusi berdasarkan
penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) kepada Bendahara
Penerimaan di Instansi Perizinan atau Kecamatan.
(2)
Kepala Instansi Perizinan atau Camat
menerbitkan IMB atas nama Bupati paling lambat 7 (Tujuh) hari kerja sejak tanggal
pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
(4)
Kepala Instansi Perizinan atau Camat dalam
menerbitkan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mempertimbangkan rekomendasi
dari BKPRD dan/atau Instansi teknis terkait.
(5)
Rekomendasi dari BKPRD dan/atau Instansi
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (4) (3), diberikan paling lambat
5 (Lima) hari sejak permohonan rekomendasi dari Instansi Perizinan atau Camat.
(6)
Apabila BKPRD dan/atau Instansi teknis dalam
jangka waktu 5 (Lima) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5), belum
menerbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka BKPRD dan/atau
Instansi teknis dinyatakan telah memberikan rekomendasi.
(7)
Ketentuan mengenai rekomendasi dari BKPRD dan/atau
Instansi teknis dalam rangka penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian
Keempat
Persyaratan IMB Bangunan Bukan Gedung
Pasal 16
(1) Bangunan Bukan Gedung harus memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis.
(2) Ketentuan Persyaratan administrasi dan teknis Bangunan
Gedung sama dengan untuk Bangunan Gedung, kecuali ketentuan garis sempadan.
(3) Penerapan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), disesuaikan dengan jenis atau macam Bangunan Bukan Gedung yang akan
dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Bagian
Keempat
Masa
Berlaku IMB
Pasal 17
(1)
IMB berlaku selama bangunan masih berdiri dan
tidak mengalami perubahan bangunan.
(2)
Perubahan bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi:
a.
perubahan luas;
b.
perubahan fungsi.
c.
perubahan bentuk; atau
d. perubahan
konstruksi.
BAB VI
PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN
Pasal 18
(1)
Pelaksanaan pembangunan baru,
rehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran bangunan yang telah memiliki
IMB harus sesuai dengan persyaratan teknis.
(2)
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun
pada lokasi bersangkutan;
b.
ketinggian maksimum bangunan gedung yang
diizinkan;
c.
jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah
permukaan tanah dan Koefisien Tapak Basement (KTB) yang diizinkan, apabila
membangun di bawah permukaan tanah;
d.
garis sempadan dan jarak bebas minimum
bangunan gedung yang diizinkan;
e.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum yang
diizinkan;
b.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum yang
diizinkan;
c.
Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum yang
diwajibkan;
d.
jaringan utilitas kota; dan
e.
keterangan lainnya yang terkait.
BAB
VII
KETENTUAN GARIS SEMPADAN DAN
JARAK MINIMUM YANG DIIZINKAN
Pasal 19
Persyaratan teknis garis sempadan dan jarak
bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. garis sempadan jalan;
b. garis sempadan sungai;
c. garis sempadan sempadan waduk atau danau;
d. garis sempadan mata air;
e. garis sempadan pantai; dan
f. garis sempadan
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
Pasal 20
(1) Jalan-jalan yang ada di Kabupaten Lombok
Timur dibedakan menjadi 5 (lima) macam, terdiri atas :
a. Jalan Negara;
b. Jalan Propinsi;
c. Jalan Kabupaten;
d. Jalan Desa; dan
e. Jalan Lingkungan (Kampung).
(2) Jarak garis sempadan untuk jalan-jalan dari
masing-masing jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai
berikut :
a. Garis Sempadan Pagar untuk :
1. Jalan Negara dan jalan yang disamakan
sepanjang 11 m (sebelas meter);
2. Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan
sepanjang 8 m (delapan meter);
3. Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan
sepanjang 6 m (enam meter);
4. Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang
5 m (lima meter);
5. Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang
disamakan sepanjang 3 m (tiga meter).
b. Garis Sempadan Tritis Bangunan untuk :
1. Jalan Negara dan jalan yang disamakan
sepanjang 20 m (dua puluh meter);
2. Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan
sepanjang 15 m (lima belas meter);
3. Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan
sepanjang 11 m (sebelas meter);
4. Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang
8 m (delapan meter);
5. Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang
disamakan sepanjang 6 m (enam meter).
c. Garis Sempadan Bangunan untuk :
1. Jalan Negara dan jalan yang disamakan
sepanjang 24 m (dua puluh empat meter) atau lebih;
2. Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan
sepanjang 19 m (sembilan belas meter) atau lebih;
3. Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan
sepanjang 15 m (lima belas meter) atau lebih;
4. Jalan Desa
dan jalan yang
disamakan sepanjang 12 m (dua
belas meter) atau lebih;
5. Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang
disamakan sepanjang 10 m (sepuluh meter) atau lebih.
(3) Dalam lingkungan Daerah bangunan tertutup,
garis sempadan untuk pagar dan garis sempadan tritis menjadi satu dan
ditetapkan untuk :
a. Jalan
Negara dan jalan yang
disamakan sepanjang 12 m (dua belas
meter);
b. Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan
sepanjang 9 m (sembilan meter);
c. Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan
sepanjang 7,5 m (tujuh setengah meter);
d. Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang
6 m (enam meter);
e. Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang
disamakan sepanjang 3 m (tiga meter).
(4) Untuk jalan-jalan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
disesuaikan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1) Sempadan sungai ditetapkan berdasarkan tipe
sungai, kriteria dan keberadaan sungai yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
sempadan sungai sekurang-kurangnya adalah 5 m (lima meter), sedangkan di dalam
kawasan perkotaan sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter).
b. sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan dengan luas daerah pengaliran lebih dari 500 Km2 (lima ratus kilo
meter persegi), sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter).
c. sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan dengan luas daerah pengaliran kurang dari 500 Km2 (lima ratus kilo
meter persegi), sempadan sungai sekurang-kurangnya 50 m (lima puluh meter).
d. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan dengan kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter), sempadan
sungai sekurang-kurangnya 30 m (tiga puluh meter).
e. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan dengan kedalaman sungai antara 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m
(dua puluh meter), sempadan sungai sekurang-kurangnya 15 m (lima belas meter).
f. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan dengan kedalaman sungai sampai dengan 3 m (tiga meter), sempadan
sungai sekurang-kurangnya 10 m (sepuluh meter).
g. sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air
laut baik di luar kawasan perkotaan
maupun di dalam kawasan perkotaan,
sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter), dihitung dari
tepi sungai pada keadaan pasang tertinggi.
(2) Sempadan waduk/dam dan danau ditetapkan
berdasarkan titik pasang tertinggi kearah darat, dengan ketentuan sempadan
sekurang-kurangnya 50 m (lima puluh meter).
(3) Sempadan mata air ditetapkan berdasarkan
radius terhadap titik mata air sekurang-kurangnya 200 m (dua ratus meter).
(4) Sempadan pantai ditetapkan berdasarkan
keadaan pasang tertinggi kearah daratan sekurang-kurangnya 100 m (seratus
meter).
(5) Garis sempadan bangunan dengan tepi jaringan listrik
tegangan tinggi ditetapkan sebagai berikut :
a. paling sedikit 5 (lima) meter untuk saluran udara
tegangan tinggi 150 kV; dan
b. paling sedikit 10 (sepuluh) meter untuk saluran udara
tegangan ekstra tinggi 500 kV.
(6) Garis sempadan
bangunan dengan tepi jaringan listrik tegangan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diukur dari bagian terluar jaringan listrik tegangan tinggi.
BAB VIII
PENERTIBAN
IMB
Pasal 22
(1)
Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya
RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan tidak memiliki IMB
yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukan dan penggunaan yang
ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan, dilakukan
pemutihan.
(2)
Pemutihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan hanya 1 (Satu) kali.
BAB IX
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 23
(1)
Pemilik bangunan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis dari Bupati.
(2)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan paling banyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dengan selang
waktu masing-masing 7 (Tujuh) hari kalender.
Pasal 24
(1)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
sampai dengan peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran, dikenakan sanksi berupa
pembatasan kegiatan pembangunan.
(2)
Pengenaan sanksi pembatasan kegiatan
pembangunan dilaksanakan paling lama 14 (Empat belas) hari kalender terhitung
sejak tanggal peringatan tertulis ketiga diterima oleh pemilik bangunan.
Pasal 25
(1)
Pemilik bangunan yang dikenakan sanksi
pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, wajib melakukan
perbaikan atas pelanggaran.
(2)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
sanksi pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dikenakan
sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB.
(3)
Pemilik bangunan yang telah dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran
dalam waktu 14 (Empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pengenaan
sanksi.
Pasal 26
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
sanksi penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pembangunan,
pencabutan IMB, dan surat perintah pembongkaran bangunan.
Pasal 27
(1)
Dalam hal pemilik bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) tidak melakukan pemutihan, dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB.
(2)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sebanyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu
masing-masing 1 (Satu) bulan.
(3)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi
perintah pembongkaran bangunan.
Pasal 28
Bangunan yang sudah terbangun
sebelum adanya RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan tidak
memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukan dan/atau penggunaan
yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL ,RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan,
dikenakan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan.
Pasal 29
(1)
Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya
RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan dan tidak memiliki IMB yang
bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukan dan penggunaan yang ditetapkan
dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan, diberikan sanksi administratif
dan/atau denda.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB.
(3)
Selain sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi denda paling banyak 10 % (Sepuluh
persen) dari nilai bangunan.
(4)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan sebanyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu
masing-masing 1 (Satu) bulan.
(5)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi
perintah pembongkaran bangunan.
BAB X
PEMBONGKARAN
Pasal 30
(1)
Bupati menetapkan bangunan untuk dibongkar
dengan Keputusan Bupati tentang pembongkaran bangunan sebagai tindak lanjut
dari dikeluarkannya surat perintah pembongkaran.
(2)
Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), memuat batas waktu pembongkaran, prosedur pembongkaran, dan ancaman
sanksi terhadap setiap pelanggaran.
(3)
Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan.
(4)
Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan
oleh pemilik bangunan terhitung 30 (Tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penerbitan
perintah pembongkaran, Pemerintah Daerah dapat melakukan pembongkaran atas
bangunan.
(5)
Biaya pembongkaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dibebankan kepada pemilik bangunan ditambah denda administratif yang
besarnya paling banyak 10 % (Sepuluh persen) dari nilai total bangunan.
(6)
Biaya pembongkaran dan denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditanggung oleh Pemerintah Daerah bagi pemilik bangunan
hunian rumah tinggal yang tidak mampu.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembongkaran bangunan diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN
Pasal 31
(1)
Pengawasan dan pengendalian terhadap
penyelenggaraan bangunan dilaksanakan oleh SKPD.
(2)
Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan dan
keandalan bangunan.
(3)
Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan
masyarakat dan pengenaan sanksi.
BAB XII
SOSIALISASI
Pasal 32
Pemerintah Daerah
melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat dalam pemberian IMB antara lain
terkait dengan:
a.
Keterangan Rencana Kabupaten;
b.
persyaratan yang perlu dipenuhi pemohon;
c.
tata cara proses penerbitan IMB sejak
permohonan diterima sampai dengan penerbitan IMB; dan
d.
teknis perhitungan dalam penetapan Retribusi.
BAB XIII
PERAN
SERTA MASYARAKAT
Pasal 33
(1)
Dalam pelaksanaan pemberian IMB masyarakat
mempunyai hak untuk berperan serta.
(2)
Bentuk peran serta masyarakat dalam pemberian
IMB dapat berupa masukan dan/atau laporan pengaduan kepada Bupati terhadap
pendirian dan pemanfaatan bangunan.
(3)
Bupati wajib menindaklanjuti masukan dan/atau
laporan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
melakukan penelitian dan evaluasi baik secara administrasi maupun teknis
melalui pemeriksaan lapangan dan melakukan tindakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4)
Ketentuan mengenai peran serta masyarakat
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
PELAPORAN
Pasal 34
(1)
Instansi atau Camat yang menerbitkan IMB
melaporkan pelaksanaan pemberian IMB kepada Bupati.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling sedikit 1 (Satu) kali dalam setahun.
BAB XV
KETENTUAN
PENYIDIKAN
Pasal 35
(1)
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan/atau PPNS berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran
Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
(2)
PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana;
b.
meneliti, mencari, dan mengumpulkan,
keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana;
c.
meminta keterangan dan barang bukti dari
orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.
memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g.
menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan
tindak pidana;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 36
(1)
Setiap orang pribadi atau Badan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), diancam dengan
pidana kurungan paling lama 3 (Tiga) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp
50.000.000 (Lima puluh juta Rupiah).
(2)
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan penerimaan Daerah.
(3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), adalah pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 37
(1)
Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya
RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan sudah memiliki IMB
dinyatakan statusnya sebagai status quo, sehingga tidak boleh diubah, ditambah
atau diperbaiki.
(2)
Terhadap bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dilakukan penyempurnaan pada saat terjadi perubahan izin atau pembaharuan
izin.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan Pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 39
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur.
Ditetapkan
di Selong
pada tanggal 30 Juni 2014
BUPATI LOMBOK
TIMUR,
Ttd
MOCH.
ALI BIN DACHLAN
Diundangkan
di Selong
pada tanggal 2 Juli 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN
LOMBOK TIMUR,
Ttd
ROHMAN FARLY
LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 4
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN
HUKUM SETDA
KABUPATEN LOMBOK TIMUR,
LALU DHEDI
KUSMANA, SH.,MH.
NIP.19760229 200003 1 002
|
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR 4 TAHUN
2014
TENTANG
IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
I. UMUM
Bangunan
merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam
pengaturan bangunan tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan bangunan perlu
selalu dibina demi kelangsungan, peningkatan kehidupan serta penghidupan
masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, serasi dan
selaras dengan lingkungannya.
Keseluruhan
maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas keterbukaan,
akuntabilitas, partisipasi dan kemanfaatan serta mendasarkan pada
prinsip-prinsip prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif, pelayanan yang
cepat, terjangkau dan tepat waktu, keterbukaan informasi bagi masyarakat dan
dunia usaha dan aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan,
keamanan dan keselamatan serta kenyamanan.
Untuk
menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan,
Peraturan Daerah ini menggariskansecara tegas bahwa setiap bangunan harus
memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan serta harus diselenggarakan
secara tertib. Peraturan Daerah ini mengatur tentang persyaratan bangunan,
penyelenggaraan bangunan, kelembagaan pengaturan bangunan, ketentuan tentang
peran masyarakat, pengawasan dan pembinaan oleh Pemerintah Daerah, sanksi,
ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Dalam
upaya memberikan pengaturan terhadap bangunan agar tercapai penyelenggaraan
bangunan yang tertib dan dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
kemudahan khususnya bagi pengguna dan masyarakat sekitar bangunan, serta agar
tercipta keserasian dan keselarasan dengan lingkungan, perlu adanya ketentuan
yang mengatur IzinMendirikan Bangunan.
Oleh
karena itu, Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Retribusi Golongan Perizinan Tertentu yang telah mencabut Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan,
hanya mengatur mengenai retribusi izin mendirikan bangunan dan belum mengatur
mengenai ketentuan teknis pemberian izin mendirikan bangunan, sehingga perlu untuk
membentuk Peraturan Daerah tersendiri yang khusus mengatur Izin Mendirikan
Bangunan.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
huruf a
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan
adalah bahwa masyarakat, terutama yang berkepentingan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi yang terkait dengan pemberian IMB.
huruf b
Yang dimaksud dengan asas
akuntabilitas adalah bahwa pelaksanaan pemberian IMB harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
huruf c
Yang dimaksud dengan asas
kemanfaatan adalah bahwa pemberian IMB harus digunakan sebagai landasan agar
bangunan gedung dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang
ditetapkan.
huruf d
Yang dimaksud dengan asas
partisipasi adalah bahwa masyarakat diberi kesempatan menyampaikan saran,
masukan, laporan dan/ atau pengaduan dalam penyelenggaraan IMB.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Bangunan gedung dengan fungsi
khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya mempunyai tingkat kerahasiaan
tinggi untuk kepentingan nasional atau yang penyelenggaraannya dapat
membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi,
misalnya kubu-kubu dan atau pangkalan-pangkalan pertahanan (instalasi peluru kendali),
pangkalan laut dan pangkalan udara, serta depo amunisi.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
huruf a
Tanda bukti status
kepemilikan tanah dapat berupa sertifikat tanah atau Letter C bagi tanah yang
belum bersertifikat.
huruf b
-Yang dimaksud dengan data
kondisi tanah adalah data keadaan tanah saat diajukan permohonan izin yang
harus sudah berupa lahan kering. Apabila kondisi tanah masih berupa sawah, maka
harus dilakukan proses pengalihan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
- Data situasi tanah berupa
data letak/ lokasi, topografi yang dituangkan dalam bentuk peta atau denah
lokasi.
huruf c
Data pemilik bangunan berupa:
1.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon untuk
pemohon yang berkedudukan selaku pemilik bangunan;
2.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan KTP
pemilik bangunan untuk permohonan yang diajukan bukan oleh pemilik bangunan.
3.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan data
pemilik bangunan untuk permohonan yang diajukan bukan oleh pemilik bangunan dan
pemilik bangunan tidak mempunyai KTP.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Yang dimaksud dengan Izin
Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/ atau kegiatan yang wajib memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungn
(Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan.
ayat (3)
huruf a
Yang dimaksud gambar rencana/ arsitektur bangunan
meliputi:
1. gambar situasi termasuk di dalamnya tentang
garis sempadan;
2. gambar site plan;
3. denah;
4. tampak;
5. potongan;
6. spesifikasi umum finishing
bangunan
gedung.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Yang dimaksud dengan
perhitungan struktur dan/ atau bentang struktur bangunan disertai hasil
penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (Dua) lantai atau lebih adalah pengkajian
secara teknis untuk menyimpulkan kesesuaian pemenuhan persyaratan kekuatan dan
ketahanan struktur bangunan dalam mendukung beban hidup atau beban mati
termasuk beban yang timbul akibat alam (angin dan gempa) yang dikeluarkan oleh tenaga
ahli ataupun pihak-pihak yang berwenang dalam bentuk surat keterangan perhitungan/
penyidikan.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Yang dimaksud data penyedia
jasa perencanaan adalah keterangan mengenai identitas penyedia jasa perencanaan
meliputi orang atau badan yang melaksanakan penyusunan rencana pekerjaaan bagi
pemohon IMB yang menggunakan penyedia jasa perencanaan.
huruf g
Cukup jelas.
ayat (4)
` Cukup
jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan koefiesien
bangunan adalah sebgai berikut :
1.
daerah perkotaan
dengan ketentuan:
a)
Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maksimum sebesar 70%
b)
Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) maksimum sebesar 1,5
c)
Koefisien Dasar
Hijau (KDH) minimal 30%
2.
daerah perdesaan
dengan ketentuan :
a)
Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maksimum sebesar 60%
b)
Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) maksimum sebesar 1,2
c)
Koefisien Dasar
Hijau (KDH) minimal 40%
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
ketinggian serta
jarak bangunan, pohon, pada zona ruang aman mengikuti ketentuan minimum
terhadap konduktur dan as menara SUTT, berjarak:
-
SUTT satu jalur memiliki ruang
bebas sebesar 40 meter; dan
-
SUTT dua jalur memiliki ruang
bebas sebesar 65 meter.
Pasal 20
Ayat (1)
a. Jalan Negara adalah jalan yang pembangunannya
dan pemeliharaannya di biyai oleh APBN;
b. Jalan Propinsi adalah jalan yang pembangunannya
dan pemeliharaannya dibiayai oleh APBD Propinsi;
c. Jalan Kabupaten adalah jalan yang
pembangunannya dan pemeliharaannya dibiayai oleh APBD Kabupaten;
d. Jalan Desa adalah jalan yang menghubungkan
lalu lintas semua kegiatan di suatu Desa dengan Desa yang lain, dimana pembangunan
dan pemeliharaannya dibiayai oleh Desa yang bersangkutan;
e. Jalan Lingkungan (jalan kampung) yang
menampung lalu lintas orang dan kendaraan, penduduk/masyarakat kampung yang
bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
ayat (1)
Sanksi pembatasan kegiatan pembangunan
adalah penghentian pelaksanaan sebagian pekerjaan fisik bangunan yang tidak
memenuhi salah satu atau beberapa persyaratan teknis bangunan.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
ayat (1)
- Yang
dimaksud dengan status quo adalah membiarkan keadaan yang sekarang seperti
keadaan yang sebelumnya.
-
Bangunan dapat dinyatakan statusnya sebagai status quo, apabila bangunan
tersebut sudah memiliki IMB namun keberadaan bangunan tersebut tidak sesuai dengan
lokasi, peruntukan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/
atau ketentuan garis sempadan yang ditetapkan setelah terbitnya IMB.
ayat (2)
Yang dimaksud dengan penyempurnaan
adalah penyesuaian IMB sesuai dengan ketentuan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau
ketentuan garis sempadan pada saat terjadi perubahan izin atau pembaharuan
izin.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK
TIMUR NOMOR 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan sampaikan komentar anda !