Jumat, 25 Juli 2014

Perda Nomor 4 Tahun 2014 ttg IMB



SALINAN


BUPATI LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR 4 TAHUN 2014
TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TIMUR,

Menimbang
:
a.     bahwa aktivitas membangun bangunan merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang, oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus berdasarkan izin mendirikan bangunan dengan memperhatikan fungsi bangunan, persyaratan bangunan, penyelenggaraan bangunan, hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan;
b.     bahwa dalam rangka memberikan pengaturan terhadap bangunan agar tercapai penyelenggaraan bangunan yang sesuai dengan tata ruang, tertib dan dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, baik bagi pengguna maupun masyarakat sekitar bangunan serta agar tercapai keserasian dan keselarasan dengan lingkungan, perlu adanya ketentuan yang mengatur Izin Mendirikan Bangunan;
c.     bahwa agar pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan dapat terselenggara dengan tertib dan terwujud sesuai dengan fungsinya serta sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis bangunan dan melibatkan peran serta masyarakat;
d.     bahwa dengan telah berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Golongan Perizinan Tertentu, dan dengan tidak berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yang di dalamnya mengatur teknis pemberian izin mendirikan bangunan, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap teknis pemberian izin mendirikan bangunan;
e.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan;

Mengingat
:
1.      Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3.      Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.      Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
8.      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
10.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang  Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
11.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
12.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252);
13.      Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
14.      Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
15.      Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan  Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);


16.      Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
17.      Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
18.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4826);
19.      Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara;
20.      Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;
21.      Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor  32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan;
22.      Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6);
23.      Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 1);
24.      Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2009 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 10);
25.      Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Golongan Perizinan Tertentu (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 6);
26.      Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
dan
BUPATI LOMBOK TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1.        Daerah adalah Kabupaten Lombok Timur.
2.        Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.        Bupati adalah Bupati Lombok Timur.
4.        Camat adalah Camat di Kabupaten Lombok Timur.
5.        Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menangani tata bangunan.
6.        Instansi Perizinan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lombok Timur yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan perizinan di Daerah.
7.        Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Lombok Timur yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk  mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Lombok Timur dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di Daerah.
8.        Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
9.        Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
10.     Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
11.     Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
12.     Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
13.     Pemohon adalah orang pribadi atau badan yang mengajukan permohonan IMB.
14.     Pemilik bangunan adalah orang pribadi atau badan yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
15.     Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
16.     Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan yang memuat zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang (block plan).
17.     Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat rencana tapak atau tata letak dan tata bangunan beserta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum.
18.     Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
19.     Garis Sempadan adalah garis batas luar pengamanan yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi waduk, tepi mata air, tepi pantai, as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi pagar, tepi bangunan dan sejajar tepi daerah milik jalan rel kereta api yang merupakan batas tanah yang boleh dan tidak boleh didirikan bangunan/ dilaksanakannya kegiatan.
20.     Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah pada lokasi tertentu.
21.     Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung.
22.     Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.
23.     Pemutihan atau yang disebut dengan sebutan lain adalah pemberian IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL dan/atau RTRK.
24.     Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
25.     Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas jasa pelayanan Izin Mendirikan Bangunan.
26.     Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik, dalam hal dan menurut cara tertentu untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
27.     Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
28.     Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
Penyelenggaraan IMB dilaksanakan berdasarkan pada asas:
a. keterbukaan;
b. akuntabilitas;
c. kemanfaatan; dan
d. partisipasi.

Pasal 3
Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan IMB.

Pasal 4
Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah:
a.      mengarahkan pemanfaatan dan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
b.     mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai peruntukannya;
c.      mewujudkan bangunan yang sesuai dengan tata bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
d.     mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan teknis bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
e.      melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pendirian bangunan yang digunakan serta perlindungan terhadap kepentingan masyarakat di sekelilingnya; dan
f.       mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan kepemilikan bangunan.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a.  prinsip dan manfaat pemberian IMB;
b.  pemberian IMB;
c.  pelaksanaan pembangunan;
d.  penertiban IMB;
e.  sanksi administratif;
f.   pembongkaran;
g.  pengawasan dan pengendalian;
h. sosialisasi;
i.   peran serta masyarakat;
j.   pelaporan;
k.  ketentuan penyidikan; dan
l.   ketentuan pidana.

BAB IV
PRINSIP DAN MANFAAT PEMBERIAN IMB

Pasal 6
Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip:
a.      prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;
b.      pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
c.      keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan
d.      aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan serta kenyamanan.

Pasal 7
(1)    Manfaat pemberian IMB bagi Pemerintah Daerah adalah:
a.    sebagai sarana pengawasan, pengendalian dan penertiban bangunan;
b.    untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
c.    untuk mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
d.    sebagai syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.
(2)    Manfaat IMB bagi Pemilik IMB adalah:
a.    sebagai syarat pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan; dan
b.    sebagai syarat memperoleh pelayanan utilitas umum seperti pemasangan/penambahan jaringan listrik, air minum, hydrant, telepon, dan gas.

BAB V
PEMBERIAN IMB
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1)    Setiap orang atau badan yang membangun baru, merehabilitasi/ merenovasi dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan, wajib memiliki IMB dari Bupati.
(2)    IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi bangunan dengan fungsi khusus.
(3)    IMB untuk bangunan dengan fungsi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Pusat.

Bagian Kedua
Kelembagaan

Pasal 9
(1)    IMB diberikan oleh Bupati.
(2)    Pemberian IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Instansi Perizinan.
(3)    Bupati dapat melimpahkan sebagian kewenangan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Camat.
(4)    Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan bedasarkan pertimbangan:
a.    efisiensi dan efektivitas;
b.    mendekatkan pelayanan pemberian IMB kepada masyarakat; dan
c.    fungsi bangunan, klasifikasi bangunan, batasan luas tanah dan/atau luas bangunan yang mampu diselenggarakan kecamatan.
(5)    Dalam melaksanakan pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Camat wajib menyampaikan laporan kepada Bupati dengan tembusan kepada SKPD dan Instansi Perizinan.

Bagian Ketiga
Tata Cara dan Persyaratan Permohonan IMB

Pasal 10
(1)    Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada Bupati melalui Instansi Perizinan atau Camat.
(2)    Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.    permohonan IMB untuk bangunan gedung; atau
b.    permohonan IMB untuk bangunan bukan gedung.
(3)    IMB untuk bangunan gedung atau IMB untuk bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin untuk pembangunan baru, merehabilitasi/ merenovasi atau melestarikan/ memugar bangunan.

Pasal 11
Bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a berfungsi, antara lain:
a.      fungsi hunian, yaitu bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal susun dan rumah tinggal sementara;
b.      fungsi keagamaan, yaitu bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara dan bangunan kelenteng;
c.      fungsi usaha, yaitu bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha yang meliputi bangunan perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan tempat penyimpanan serta kandang;
d.      fungsi sosial dan budaya, yaitu bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium dan bangunan pelayanan umum;
e.      fungsi khusus, yaitu bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat sekitar dan/ atau mempunyai resiko bahaya tinggi, meliputi bangunan untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan menteri;
f.       fungsi ganda, yaitu bangunan yang mempunyai lebih dari satu fungsi utama.

Pasal 12
Bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, antara lain:
a.      pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan golf;
b.      pondasi, pondasi tangki;
c.      pagar tembok/besi dan tanggul/turap;
d.      septic tank/bak penampungan bekas air kotor;
e.      sumur resapan;
f.       teras tidak beratap atau tempat pencucian;
g.      dinding penahan tanah;
h.     jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan perumahan;
i.       penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/ telepon;
j.       kolam renang, kolam ikan air; dan
k.      gapura, patung, bangunan reklame, monumen.

Pasal 13
(1)    Pemohon mengajukan permohonan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:
a. dokumen administrasi; dan
b. dokumen rencana teknis.
(2)    Persyaratan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.  tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah;
b.  data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi);
c.  data pemilik bangunan;
d.  surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa;
e.  surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan; dan
f.   izin lingkungan bagi yang terkena kewajiban;
(3)    Persyaratan dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.    gambar rencana/arsitektur bangunan;
b.    gambar sistem struktur;
c.    gambar sistem utilitas;
d.    perhitungan struktur dan/atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (Dua) lantai atau lebih;
e.    perhitungan utilitas bagi bangunan gedung bukan hunian rumah tinggal;
f.     data penyedia jasa perencanaan; dan
g.    Rencana Anggaran Biaya.
(4)    Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan klasifikasi bangunan.
(5)    Persyaratan permohonan IMB untuk bangunan yang mempunyai fungsi keagamaan disamping harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) juga harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 14
(1)    Instansi Perizinan atau Camat memeriksa kelengkapan dokumen administrasi dan dokumen rencana teknis.
(2)    Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilaian/evaluasi untuk dijadikan bahan persetujuan pemberian IMB.
(3)    Kepala Instansi Perizinan atau Camat menetapkan Retribusi berdasarkan bahan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)    Penilaian/evaluasi dokumen dan penetapan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), harus selesai dalam waktu paling lama 7 (Tujuh) hari kerja sejak dokumen yang telah benar dan lengkap diterima oleh Instansi Perizinan atau Camat.
(5)    Penilaian/evaluasi dokumen dan penetapan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk bangunan yang pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan, harus selesai dalam waktu paling lama 14 (Empat belas) hari kerja sejak dokumen yang telah benar dan lengkap diterima oleh Instansi Perizinan atau Camat.

Pasal 15
(1)    Pemohon membayar Retribusi berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) kepada Bendahara Penerimaan di Instansi Perizinan atau Kecamatan.
(2)    Kepala Instansi Perizinan atau Camat menerbitkan IMB atas nama Bupati paling lambat 7 (Tujuh) hari kerja sejak tanggal pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
(4)    Kepala Instansi Perizinan atau Camat dalam menerbitkan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mempertimbangkan rekomendasi dari BKPRD dan/atau Instansi teknis terkait.
(5)    Rekomendasi dari BKPRD dan/atau Instansi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (4) (3), diberikan paling lambat 5 (Lima) hari sejak permohonan rekomendasi dari Instansi Perizinan atau Camat.
(6)    Apabila BKPRD dan/atau Instansi teknis dalam jangka waktu 5 (Lima) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5), belum menerbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka BKPRD dan/atau Instansi teknis dinyatakan telah memberikan rekomendasi.
(7)    Ketentuan mengenai rekomendasi dari BKPRD dan/atau Instansi teknis dalam rangka penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Persyaratan IMB Bangunan Bukan Gedung

Pasal 16
(1)   Bangunan Bukan Gedung harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.
(2)   Ketentuan Persyaratan administrasi dan teknis Bangunan Gedung sama dengan untuk Bangunan Gedung, kecuali ketentuan garis sempadan.
(3)   Penerapan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disesuaikan dengan jenis atau macam Bangunan Bukan Gedung yang akan dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Bagian Keempat
Masa Berlaku IMB

Pasal 17
(1)    IMB berlaku selama bangunan masih berdiri dan tidak mengalami perubahan bangunan.
(2)    Perubahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.      perubahan luas;
b.      perubahan fungsi.
c.      perubahan bentuk; atau
d.      perubahan konstruksi.

BAB VI
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Pasal 18
(1)    Pelaksanaan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran bangunan yang telah memiliki IMB harus sesuai dengan persyaratan teknis.
(2)    Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;
b.    ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
c.    jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan Koefisien Tapak Basement (KTB) yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah;
d.    garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;
e.    Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum yang diizinkan;
b.    Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum yang diizinkan;
c.    Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum yang diwajibkan;
d.    jaringan utilitas kota; dan
e.    keterangan lainnya yang terkait.

BAB VII
KETENTUAN GARIS SEMPADAN DAN
JARAK MINIMUM YANG DIIZINKAN
Pasal 19
Persyaratan teknis garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d, meliputi:
a.  garis sempadan jalan;
b.  garis sempadan sungai;
c.  garis sempadan sempadan waduk atau danau;
d.  garis sempadan mata air;
e.  garis sempadan pantai; dan
f.   garis sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

Pasal 20
(1)    Jalan-jalan yang ada di Kabupaten Lombok Timur dibedakan menjadi 5 (lima) macam, terdiri atas :
a.    Jalan Negara;
b.    Jalan Propinsi;
c.    Jalan Kabupaten;
d.    Jalan Desa; dan
e.    Jalan Lingkungan (Kampung).
(2)    Jarak garis sempadan untuk jalan-jalan dari masing-masing jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut :
a.    Garis Sempadan Pagar untuk :
1.    Jalan Negara dan jalan yang disamakan sepanjang 11 m (sebelas meter);
2.    Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan sepanjang 8 m (delapan meter);
3.    Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan sepanjang 6 m (enam meter);
4.    Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang 5 m (lima meter);
5.    Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang disamakan sepanjang 3 m (tiga meter).
b.    Garis Sempadan Tritis Bangunan untuk :
1.    Jalan Negara dan jalan yang disamakan sepanjang 20 m (dua puluh meter);
2.    Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan sepanjang 15 m (lima belas meter);
3.    Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan sepanjang 11 m (sebelas meter);
4.    Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang 8 m (delapan meter);
5.    Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang disamakan sepanjang 6 m (enam meter).
c.    Garis Sempadan Bangunan untuk :
1.    Jalan Negara dan jalan yang disamakan sepanjang 24 m (dua puluh empat meter) atau lebih;
2.    Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan sepanjang 19 m (sembilan belas meter) atau lebih;
3.    Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan sepanjang 15 m (lima belas meter) atau lebih;
4.    Jalan Desa  dan  jalan  yang  disamakan  sepanjang 12 m (dua belas meter) atau lebih;
5.    Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang disamakan sepanjang 10 m (sepuluh meter) atau lebih.
(3)    Dalam lingkungan Daerah bangunan tertutup, garis sempadan untuk pagar dan garis sempadan tritis menjadi satu dan ditetapkan untuk :
a.    Jalan  Negara  dan  jalan yang  disamakan  sepanjang 12 m (dua belas meter);
b.    Jalan Propinsi dan jalan yang disamakan sepanjang 9 m (sembilan meter);
c.    Jalan Kabupaten dan jalan yang disamakan sepanjang 7,5 m (tujuh setengah meter);
d.    Jalan Desa dan jalan yang disamakan sepanjang 6 m (enam meter);
e.    Jalan Lingkungan (Kampung) dan jalan yang disamakan sepanjang 3 m (tiga meter).
(4)    Untuk jalan-jalan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1)    Sempadan sungai ditetapkan berdasarkan tipe sungai, kriteria dan keberadaan sungai yang dapat dirinci sebagai berikut :
a.    sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sempadan sungai sekurang-kurangnya adalah 5 m (lima meter), sedangkan di dalam kawasan perkotaan sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter).
b.    sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan dengan luas daerah pengaliran lebih dari 500 Km2 (lima ratus kilo meter persegi), sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter).
c.    sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan dengan luas daerah pengaliran kurang dari 500 Km2 (lima ratus kilo meter persegi), sempadan sungai sekurang-kurangnya 50 m (lima puluh meter).
d.    sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter), sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 m (tiga puluh meter).
e.    sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman sungai antara 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter), sempadan sungai sekurang-kurangnya 15 m (lima belas meter).
f.     sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman sungai sampai dengan 3 m (tiga meter), sempadan sungai sekurang-kurangnya 10 m (sepuluh meter).
g.    sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut baik di luar  kawasan perkotaan maupun di dalam kawasan perkotaan,  sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter), dihitung dari tepi sungai pada keadaan pasang tertinggi.
(2)    Sempadan waduk/dam dan danau ditetapkan berdasarkan titik pasang tertinggi kearah darat, dengan ketentuan sempadan sekurang-kurangnya 50 m (lima puluh meter).
(3)    Sempadan mata air ditetapkan berdasarkan radius terhadap titik mata air sekurang-kurangnya 200 m (dua ratus meter).
(4)    Sempadan pantai ditetapkan berdasarkan keadaan pasang tertinggi kearah daratan sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter).
(5)    Garis sempadan bangunan dengan tepi jaringan listrik tegangan tinggi ditetapkan sebagai berikut :
a.    paling sedikit 5 (lima) meter untuk saluran udara tegangan tinggi 150 kV; dan
b.    paling sedikit 10 (sepuluh) meter untuk saluran udara tegangan ekstra tinggi 500 kV.
(6)     Garis sempadan bangunan dengan tepi jaringan listrik tegangan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diukur dari bagian terluar jaringan listrik tegangan tinggi.

BAB VIII
PENERTIBAN IMB

Pasal 22
(1)    Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukan dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan, dilakukan pemutihan.
(2)    Pemutihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya 1 (Satu) kali.

BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 23
(1)    Pemilik bangunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari Bupati.
(2)    Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dengan selang waktu masing-masing 7 (Tujuh) hari kalender.

Pasal 24
(1)    Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sampai dengan peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran, dikenakan sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan.
(2)    Pengenaan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan dilaksanakan paling lama 14 (Empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal peringatan tertulis ketiga diterima oleh pemilik bangunan.

Pasal 25
(1)    Pemilik bangunan yang dikenakan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran.
(2)    Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dikenakan sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB.
(3)    Pemilik bangunan yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran dalam waktu 14 (Empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pengenaan sanksi.

Pasal 26
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pembangunan, pencabutan IMB, dan surat perintah pembongkaran bangunan.

Pasal 27
(1)    Dalam hal pemilik bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) tidak melakukan pemutihan, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB.
(2)    Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebanyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (Satu) bulan.
(3)    Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan.

Pasal 28
Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan tidak memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukan dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL ,RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan, dikenakan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan.
Pasal 29
(1)      Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukan dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan, diberikan sanksi administratif dan/atau denda.
(2)      Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB.
(3)      Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi denda paling banyak 10 % (Sepuluh persen) dari nilai bangunan.
(4)      Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebanyak 3 (Tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (Satu) bulan.
(5)      Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan.

BAB X
PEMBONGKARAN

Pasal 30
(1)      Bupati menetapkan bangunan untuk dibongkar dengan Keputusan Bupati tentang pembongkaran bangunan sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya surat perintah pembongkaran.
(2)      Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat batas waktu pembongkaran, prosedur pembongkaran, dan ancaman sanksi terhadap setiap pelanggaran.
(3)      Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan.
(4)      Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh pemilik bangunan terhitung 30 (Tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penerbitan perintah pembongkaran, Pemerintah Daerah dapat melakukan pembongkaran atas bangunan.
(5)      Biaya pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan kepada pemilik bangunan ditambah denda administratif yang besarnya paling banyak 10 % (Sepuluh persen) dari nilai total bangunan.
(6)      Biaya pembongkaran dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditanggung oleh Pemerintah Daerah bagi pemilik bangunan hunian rumah tinggal yang tidak mampu.
(7)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembongkaran bangunan diatur dalam Peraturan Bupati.


BAB XI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 31
(1)    Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan bangunan dilaksanakan oleh SKPD.
(2)    Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan dan keandalan bangunan.
(3)    Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat dan pengenaan sanksi.

BAB XII
SOSIALISASI

Pasal 32
Pemerintah Daerah melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat dalam pemberian IMB antara lain terkait dengan:
a.      Keterangan Rencana Kabupaten;
b.      persyaratan yang perlu dipenuhi pemohon;
c.      tata cara proses penerbitan IMB sejak permohonan diterima sampai dengan penerbitan IMB; dan
d.      teknis perhitungan dalam penetapan Retribusi.

BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 33
(1)    Dalam pelaksanaan pemberian IMB masyarakat mempunyai hak untuk berperan serta.
(2)    Bentuk peran serta masyarakat dalam pemberian IMB dapat berupa masukan dan/atau laporan pengaduan kepada Bupati terhadap pendirian dan pemanfaatan bangunan.
(3)    Bupati wajib menindaklanjuti masukan dan/atau laporan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melakukan penelitian dan evaluasi baik secara administrasi maupun teknis melalui pemeriksaan lapangan dan melakukan tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)    Ketentuan mengenai peran serta masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV
PELAPORAN

Pasal 34
(1)    Instansi atau Camat yang menerbitkan IMB melaporkan pelaksanaan pemberian IMB kepada Bupati.
(2)    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1 (Satu) kali dalam setahun.

BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 35
(1)    Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau PPNS berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)    PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)    Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.    menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana;
b.    meneliti, mencari, dan mengumpulkan, keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c.    meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.    memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e.    melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f.     meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g.    menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;
h.   memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i.     memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.     menghentikan penyidikan;
k.    melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)    PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


BAB XVI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 36
(1)    Setiap orang pribadi atau Badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (Tiga) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (Lima puluh juta Rupiah).
(2)    Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan Daerah.
(3)    Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37
(1)    Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan dan sudah memiliki IMB dinyatakan statusnya sebagai status quo, sehingga tidak boleh diubah, ditambah atau diperbaiki.
(2)    Terhadap bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan penyempurnaan pada saat terjadi perubahan izin atau pembaharuan izin.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38
Peraturan Pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.

Pasal 39
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur.

Ditetapkan di Selong
pada tanggal 30 Juni 2014
BUPATI LOMBOK TIMUR,
Ttd
MOCH. ALI BIN DACHLAN
Diundangkan di Selong
pada tanggal 2 Juli 2014
     SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TIMUR,
         Ttd
           ROHMAN FARLY

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 4
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA
KABUPATEN LOMBOK TIMUR,



LALU DHEDI KUSMANA, SH.,MH.
NIP.19760229 200003 1 002
 







PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
NOMOR 4 TAHUN 2014
TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN


I.    UMUM
Bangunan merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan bangunan perlu selalu dibina demi kelangsungan, peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas keterbukaan, akuntabilitas, partisipasi dan kemanfaatan serta mendasarkan pada prinsip-prinsip prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif, pelayanan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu, keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha dan aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan serta kenyamanan.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan, Peraturan Daerah ini menggariskansecara tegas bahwa setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan serta harus diselenggarakan secara tertib. Peraturan Daerah ini mengatur tentang persyaratan bangunan, penyelenggaraan bangunan, kelembagaan pengaturan bangunan, ketentuan tentang peran masyarakat, pengawasan dan pembinaan oleh Pemerintah Daerah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Dalam upaya memberikan pengaturan terhadap bangunan agar tercapai penyelenggaraan bangunan yang tertib dan dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan khususnya bagi pengguna dan masyarakat sekitar bangunan, serta agar tercipta keserasian dan keselarasan dengan lingkungan, perlu adanya ketentuan yang mengatur IzinMendirikan Bangunan.
Oleh karena itu, Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Golongan Perizinan Tertentu yang telah mencabut Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan, hanya mengatur mengenai retribusi izin mendirikan bangunan dan belum mengatur mengenai ketentuan teknis pemberian izin mendirikan bangunan, sehingga perlu untuk membentuk Peraturan Daerah tersendiri yang khusus mengatur Izin Mendirikan Bangunan.

II.  PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
huruf a
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa masyarakat, terutama yang berkepentingan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi yang terkait dengan pemberian IMB.
huruf b
Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah bahwa pelaksanaan pemberian IMB harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
huruf c
Yang dimaksud dengan asas kemanfaatan adalah bahwa pemberian IMB harus digunakan sebagai landasan agar bangunan gedung dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan.
huruf d
Yang dimaksud dengan asas partisipasi adalah bahwa masyarakat diberi kesempatan menyampaikan saran, masukan, laporan dan/ atau pengaduan dalam penyelenggaraan IMB.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Bangunan gedung dengan fungsi khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi, misalnya kubu-kubu dan atau pangkalan-pangkalan pertahanan (instalasi peluru kendali), pangkalan laut dan pangkalan udara, serta depo amunisi.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
 Cukup jelas.
Pasal 13
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
huruf a
Tanda bukti status kepemilikan tanah dapat berupa sertifikat tanah atau Letter C bagi tanah yang belum bersertifikat.
huruf b
-Yang dimaksud dengan data kondisi tanah adalah data keadaan tanah saat diajukan permohonan izin yang harus sudah berupa lahan kering. Apabila kondisi tanah masih berupa sawah, maka harus dilakukan proses pengalihan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
- Data situasi tanah berupa data letak/ lokasi, topografi yang dituangkan dalam bentuk peta atau denah lokasi.
huruf c
Data pemilik bangunan berupa:
1.    Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon untuk pemohon yang berkedudukan selaku pemilik bangunan;
2.    Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan KTP pemilik bangunan untuk permohonan yang diajukan bukan oleh pemilik bangunan.
3.    Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan data pemilik bangunan untuk permohonan yang diajukan bukan oleh pemilik bangunan dan pemilik bangunan tidak mempunyai KTP.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Yang dimaksud dengan Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungn (Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan.
ayat (3)
huruf a
Yang dimaksud gambar rencana/ arsitektur bangunan meliputi:
1. gambar situasi termasuk di dalamnya tentang garis sempadan;
2. gambar site plan;
3. denah;
4. tampak;
5. potongan;
6. spesifikasi umum finishing bangunan gedung.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Yang dimaksud dengan perhitungan struktur dan/ atau bentang struktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2 (Dua) lantai atau lebih adalah pengkajian secara teknis untuk menyimpulkan kesesuaian pemenuhan persyaratan kekuatan dan ketahanan struktur bangunan dalam mendukung beban hidup atau beban mati termasuk beban yang timbul akibat alam (angin dan gempa) yang dikeluarkan oleh tenaga ahli ataupun pihak-pihak yang berwenang dalam bentuk surat keterangan perhitungan/ penyidikan.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Yang dimaksud data penyedia jasa perencanaan adalah keterangan mengenai identitas penyedia jasa perencanaan meliputi orang atau badan yang melaksanakan penyusunan rencana pekerjaaan bagi pemohon IMB yang menggunakan penyedia jasa perencanaan.

huruf g
Cukup jelas.
ayat (4)
`              Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan koefiesien bangunan adalah sebgai berikut :
1.    daerah perkotaan dengan ketentuan:
a)    Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum sebesar 70%
b)    Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum sebesar 1,5
c)    Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimal 30%
2.    daerah perdesaan dengan ketentuan :
a)    Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum sebesar 60%
b)    Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum sebesar 1,2
c)    Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimal 40%

Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
ketinggian serta jarak bangunan, pohon, pada zona ruang aman mengikuti ketentuan minimum terhadap konduktur dan as menara SUTT, berjarak:
-      SUTT satu jalur memiliki ruang bebas sebesar 40 meter; dan
-      SUTT dua jalur memiliki ruang bebas sebesar 65 meter.
Pasal 20                     
Ayat (1)
a.  Jalan Negara adalah jalan yang pembangunannya dan pemeliharaannya di biyai oleh APBN;
b.  Jalan Propinsi adalah jalan yang pembangunannya dan pemeliharaannya dibiayai oleh APBD Propinsi;
c.  Jalan Kabupaten adalah jalan yang pembangunannya dan pemeliharaannya dibiayai oleh APBD Kabupaten;
d.  Jalan Desa adalah jalan yang menghubungkan lalu lintas semua kegiatan di suatu Desa dengan Desa yang lain, dimana pembangunan dan pemeliharaannya dibiayai oleh Desa yang bersangkutan;
e.  Jalan Lingkungan (jalan kampung) yang menampung lalu lintas orang dan kendaraan, penduduk/masyarakat kampung yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
ayat (1)
Sanksi pembatasan kegiatan pembangunan adalah penghentian pelaksanaan sebagian pekerjaan fisik bangunan yang tidak memenuhi salah satu atau beberapa persyaratan teknis bangunan.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
ayat (1)
- Yang dimaksud dengan status quo adalah membiarkan keadaan yang sekarang seperti keadaan yang sebelumnya.
- Bangunan dapat dinyatakan statusnya sebagai status quo, apabila bangunan tersebut sudah memiliki IMB namun keberadaan bangunan tersebut tidak sesuai dengan lokasi, peruntukan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/ atau ketentuan garis sempadan yang ditetapkan setelah terbitnya IMB.
ayat (2)
Yang dimaksud dengan penyempurnaan adalah penyesuaian IMB sesuai dengan ketentuan dalam RDTRK, RTBL, RTRK dan/atau ketentuan garis sempadan pada saat terjadi perubahan izin atau pembaharuan izin.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentar anda !